Rabu, 26 Oktober 2016

TIDAK BIASA

Tidak bisa... malam ini hujan turun dengan tak biasa. Ada sisa airmata di ujung jendela yang mulai basah. Juga luka yang menggantung pada ranting-ranting tua di muka rumah.

Ada kisah yang kembali bertandang membawa kenang, dan cerita yang kembali diputar kala suara halilintar begitu menggelegar.

Tidak bisa.. semua sungguh tak biasa. Ada resah yang mengacungkan belati di sudut hati, juga gelisah yang terus saja menyesakkan dada.

Kita sudah memutuskan semua walau tanpa kata. Sudah membubuhkan kata selesai pada lembar yang kita tulis senja itu saat hujan usai.

Lalu kita bisa apa?

Tak ada lagi yang tertinggal walau hanya sepenggal. Tak ada lagi yang tersisa walau hanya sebatas asa.

Semua sudah tak bisa... walau hujan di luar sana masih saja menyerukan nama kita, dan membisikkan seribu rindu yang kita tahu tak akan pernah usang oleh waktu.
.
.
.
For the last... I Love You





Minggu, 16 Oktober 2016

Lagu Pilu

Malam melagukan syair rindu dengan begitu merdu.
Sedang sang sepi terus membisikkan cinta
yang beberapa hari ini hanya tersimpan dalam hati saja.
.
Aku tahu ada yang kurang.
Ada yang hilang dan perlahan menjadi kenang.
Jeda yang kita cipta meninggalkan sebuah lubang serupa jurang.
.
Bukankah ini yang kita inginkan sejak dulu?
Lalu kenapa ada pilu?
Ada luka yang menggores dada,
juga airmata yang tak kunjung reda.
.
Tapi malam terus melagukan rindu,
bahkan sepi tak usai bernyanyi.
Biar saja...
akan kutemani rinai hujan di luar sana hingga pagi tiba.



Kamis, 22 September 2016

Maafkan aku, Al...

Ada rasa merupa resah saat kutempatkan hatiku pada wadah yang salah.
Lalu menggantungkan luka sebagai penghias rongga dada
ketika gejolak rasa semakin mengeratkan genggaman kita.

Maafkan aku, Al...

Seringkali aku lupa, lalu dengan sekehendak hati merindukanmu setiap waktu.
Seringkali aku lupa, lalu dengan menutup mata menikmati semua peluk yang pada akhirnya membuatku remuk.

Aku mencintai kamu, 
dengan rasa takut yang terus mengejar dan membuatku bertekuk lutut.
Mencintai kamu, 
dengan rasa malu yang pada akhirnya tetap saja membuatku tak mampu berlalu. 

Membuatku terus berdiam ditempat yang tak seharusnya.


Selasa, 10 Mei 2016

Dear, Al... ( HURT )

Al...
Hujan senja ini telah usai. Dia meninggalkan embun di jendela-jendela kaca, menyisakan kabut juga setapak basah. Derap yang tadi begitu riuh kini tak sedikitpun gaduh, hanya ada aku dan sepi yang melagukan senandung sunyi.

Apa kau tahu bagaimana rasanya rindu? Aku tak tahu, Al. Aku hanya merasakan kalau jiwaku beku, lidahku kelu, hanya hati yang terus saja merapalkan namamu. Apakah seperti itu?

Al... aku benci begini, aku seperti mati.

Kenapa kau tak mau pergi? Kenapa bayangmu terus saja menghantui? Bahkan kau terus memelukku di dalam mimpi. Kenapa seperti ini? Ataukah memang aku yang tak pernah ingin melepasmu dari hati?

Tanpamu aku lupa bagaimana caranya bahagia, lupa kapan tak berairmata. Rasa ini menciptakan sesak di antara isak. Ini terlalu sakit, Al...!!!

Aku mulai membenci senja, aku benci saat gurat jingga itu membayang di batas cakrawala. Aku tak ingin malam tiba, malam yang tak ada kamu lagi di dalamnya, malam yang tak ada lagi kita.

Al... Al... Rasa ini menyiksaku, sungguh.



Sabtu, 23 April 2016

IMPIANKU, KITA.

"Via... Apa keinginan kamu? Sesuatu yang selalu hadir dalam impian kamu?" Tanyanya.

Aku berpikir sejenak sebelum akhirnya tersenyum, memejamkan mata dan membayangkan sebuah tempat yang luar biasa indahnya, "Aku bermimpi tinggal di sebuah rumah kayu di atas bukit hijau yang tak terlalu tinggi dan menghadap pantai. Dimana setiap pagi akan kuhabiskan waktuku berjalan di atas rerumputan dan menikmati matahari terbit dari balik bukit tinggi di belakang rumah, lalu sore hatinya turun ke bawah dan duduk di tepian pantai untuk menyaksikan matahari terbenam," jawabku masih dengan memejam.

Kudengar tawanya yang pelan dan renyah, "Indah," bisiknya. Bisa kurasakan tangannya yang kemudian menggenggam dan mengusap lembut punggung tanganku. 
"Dengan siapa kamu ingin tinggal di sana?" Tanyanya lagi.

Kubuka mataku perlahan dan bertemu mata teduhnya yang memandangku dengan begitu lembut. Tak mampu kutahan senyumku saat perasaan hangat menjalari dadaku, "Jika tidak bersamamu maka aku akan tinggal sendiri," jawabku, dan bisa kulihat senyumnya mengembang sempurna, senyum yang selalu mampu membuatku memberikan segalanya untuknya.

"Sendiri? Yakin? Kamu kan penakut?" Godanya sambil menarik hidungku dengan tangannya yang tak menggenggamku. Tawanya terdengar begitu renyah, seperti suara ombak yang baru saja kubayangkan.

Aku langsung terbelalak mendengar ejekannya. Segera saja kutegakkan kepala dan posisi dudukku, "Baiklah... kalau kamu tak mau tinggal bersamaku maka aku akan memelihara seekor anjing Siberian Husky berwarna putih abu-abu. Dia yang akan menemaniku kemanapun aku pergi, sehingga tak akan ada orang jahat atau hantu yang berani menggangguku," jawabku lagi penuh keyakinan.

Kali ini dia tergelak lalu memelukku dengan begitu eratnya, aku yang sempat cemberut pun luluh dan ikut tertawa bersamanya. Kunikmati kehangatan tubuhnya yang menyelimutiku, mendengarkan gemuruh dadanya yang riuh oleh bentuk suara yang sudah menjadi candu bagiku. Tahukah dia kalau aku rela menukarkan apa saja agar dapat membuatnya bahagia? Bahkan mungkin akan kutukar bahagiaku demi dia.

“Kamu tak ingin bertanya apa mimpiku?” tanyanya setelah tawa kami reda.

Kujauhkan sedikit tubuhku dari dekapannya untuk melihat matanya yang sudah kembali menatapku dengan penuh rasa, “Apa impianmu?” tanyaku akhirnya.

Bibirnya yang sedikit merah dan tipis tersenyum lagi, matanya tak lepas menatapku, “Aku memiliki impian agar di kehidupan berikutnya aku bisa mewujudkan semua mimpimu yang mungkin tak bisa kuwujudkan di kehidupan kita saat ini,” bisiknya lembut dan membuatku hanya mampu membuka sedikit mulutku seakan tak percaya. 
“Tentu saja dengan ada aku di dalamnya, bersamamu... juga Siberian Husky kita.”

Bisikan terakhirnya tak mampu membendung airmataku. Ya... masih banyak waktu dimana kehidupan akan terus berganti. Semoga takdir mau mendengarkan doa kami sehingga pada kehidupan berikutnya dia tak mempertemukan kami pada waktu dan tempat yang salah lagi. 

Semoga.



Sabtu, 09 April 2016

Sebelas Tahun Yang Entah

Ri...
Happy Birthday. Selamat untuk hari lahirmu.
Terima kasih telah menemaniku walau hanya beberapa tahun saja. Tahukah kau kalau tahun-tahun bersamamu adalah yang terindah?

Ini tahun ke-sebelas dimana kuucapkan ini tanpa kamu. Apakah kamu merindukan kebersamaan kita? Canda tawa dan semua pertengkaran kita? Tak rindukah kau memelukku kala aku bersedih? Andai kau tahu betapa saat ini aku membutuhkanmu, merindukanmu.

Ri... Aku masih belum tahu bagaimana makna bahagia yang sesungguhnya. Atau mungkin aku saja yang terlalu buta? Bahkan mungkin aku juga belum mampu memahami seperti apa makna cinta yang sebenarnya.

Aku terlalu sibuk dengan perasaan yang tak tentu arah, sibuk menentukan jalan yang HARUS kupilih, bukan yang SEBAIKNYA kupilih.

Ri... Sudahkah kau menjadi bintang di atas sana? Tak inginkah kau mengajakku duduk di antara gugusan Bima Sakti lalu mengiringi laguku lagi dengan petikan gitarmu seperti dulu? Hei... jangan-jangan para Bidadari itu telah menggantikan tempatku di sisimu? Haruskah aku cemburu? Secantik apa mereka? Apakah suaranya lebih merdu dari suaraku? 
Hehe... tak apa, aku tak akan marah, aku janji.

Ri... Aku ingin bersandar di bahumu, lalu menceritakan semua yang telah terjadi saat tak ada lagi tanganmu yang menggenggamku, saat tak ada lagi lenganmu yang mendekapku.

Sebelas tahun yang entah, Ri... 
Aku serupa dedaun yang dipermainkan angin tanpamu.




Rabu, 24 Februari 2016

Dear, Al... ( Hanya Tentang Aku & Kamu )

Al... 
Tak jarang renyah tawamu menggema di gendang telinga. Mengirimkan debar-debar indah pada relung dada. Tahukah kau bagaimana aku bisa merasa bahagia hanya dengan begitu saja?

Terkadang aku harus berhenti sejenak saat tetiba senyummu muncul di dalam benak. Tak ada yang lebih berharga selain memikirkan semua, Al... semua yang pernah terjadi di antara kita.

Aku tahu ini salah, aku pun tak menutup mata. Aku hanya ingin mengenang, bukan untuk apa-apa. Aku hanya ingin mengekalkan cerita kita walau hanya akan kita baca dalam hati saja. Aku hanya ingin memelukmu erat, walau pada kenyataannya raga kita tak saling mendekat.

Al... 
Tak apa jika kita hanya akan begini saja, tak apa jika semua yang pernah terjalin hanya akan menjadi bunga impian saja, aku sungguh tak apa. Mencintaimu itu luar biasa, mengenangmu pun tak kalah indahnya.

Aku tak menyesal, pernah menghabiskan waktu bersamamu itu sungguh berharga, dan aku pun akhirnya tahu seperti apa makna bahagia yang sesungguhnya. 

Semua kisah kita terikat oleh satu rindu, Al... kisah tentang kau... dan aku.